Jumat, 15 Maret 2013

Kedaulatan Pangan Amanah UUD 1945


“…….. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ………. memajukan kesejahteraan umum ……………..”

Demikian kira-kira kutipan dari Pembukaan UUD 1945. Bagaimanakah bentuk dan wujud perlindungan yang dimaksud ? Apakah terbatas pada invasi atau agresi negara lain ke teritorial wilayah Indonesia ? Bila memang hanya sebatas demikian maka bubarkan saja negara ini.

Dalam banyak hal bangsa dan negara ini sudah tidak terlindungi lagi. Kasus terakhir adalah invasi dan agresi daging impor dan bawang impor. Saya bukan anti globalisasi dan perdagangan bebas. Yang saya sesalkan adalah lemahnya, atau tidak adanya perlawanan sama sekali atas ketidakberdayaan impor daging sapi dan bawang ini. Beberapa figur seperti pak DI mencoba membuat perlawanan dengan program cetak sawah dan simbiosis lahan sawit dengan pengembangbiakan sapi, namun upaya ini sangat elitis dan sangat tergantung pada situasi politik di mana bila elit tersebut tumbang maka programnyapun ikut tumbang. Perlawanan yang dibutuhkan saat ini adalah perlawanan dari masyarakat sendiri terhadap ketergantungan impor daging sapi dan bawang ini.


Bila kita bicara pangan, atau yang lebih spesifik lagi yaitu bawang, maka kita bicara tentang SDM/petani, lahan, modal dan keterampilan. Petani walau tidak didukung data statistik tapi saya bisa memastikan bahwa jumlah petani semakin lama semakin sedikit. Seorang petani takkan pernah merencanakan anak-anaknya untuk meneruskan profesinya sebagai petani. Pak tani akan banting tulang menyekolahkan anaknya setinggi langit agar tidak menjadi petani seperti dirinya. Sementara proses munculnya petani baru dari keluarga nonpetani hampir tidak ada sama sekali. Secara tradisional maka kaderisasi petani bisa dinyatakan gagal. Sedangkan secara modern melalui institusi pendidikan modern pada tingkatan pendidikan menengah kita mengenal yang namanya sekolah menengah pertanian dan pada tingkatan pendidikan tinggi kita mengenal fakultas pertanian dengan puluhan jurusannya. Sayang sekali pendidikan modern ini hampir semua SMK pertanian berada di ibukota kabupaten sedangkan fakultas pertanian hampir semuanya berada di ibukota propinsi. Maka antara pendidikan pertanian modern dengan habitat penerapan ilmunya sangat berjauhan secara teritorial. Sehingga harapan bahwa pendidikan pertanian modern dengan produk SDM trampil berupa tamatan SMK pertanian dan SDM ahli berupa sarjana pertanian akan menjadi tulang punggung menuju masayarakat adil dan makmur di bidang pertanian tidak tercapai. Oleh karena itu perlu dikaji kembali desain kaderisasi SDM bidang pertanian baik secara tradisonal maupun modern. Dalam hal ini SMK pertanian yang sudah ada agar secara perlahan dipindahkan ke kecamatan atau pedesaan yang memang merupakan daerah basis pertanian. Dan dibangun banyak SMK Pertanian baru dalam rangka penciptaan tenaga trampil pertanian. Demikian juga kiranya fakultas pertanian secara bertahap dipindahkan semua dari wilayah perkotaan ke daerah pedesaan yang memang merupakan daerah basis pertanian. Suasana perkotaan akan melemahkan semangat juang pertanian.

Lahan pertanian juga mengalami penyusutan drastis. Desa-desa sudah menjadi kota. Sebagian ibukota kabupaten telah menjadi ibukota propinsi daerah pemekaran baru. Sebagian ibukota kecamatan telah menjadi ibukota kabupaten. Pemunculan kota-kota baru membawa konsekuensi tingginya kebutuhan areal permukiman dan secara ekonomi maka sawah dan ladang paling mungkin untuk dibangun menjadi perumahan. Untuk ini maka perlu ditingkatkan gerakan pencetakan sawah dan ladang baru baik itu pada lahan kosong, lahan gundul, lahan kritis dan bila perlu sebagian hutan lindung dirubah statusnya menjadi hutan produksi terbatas. Pencetakan sawah ladang baru ini harus menyertakan masyarakat sebagai pemain utamanya. Bisa saja perusahaan besar dan BUMN melakukan pencetakan sawah ladang besar-besaran dan bisa saja berhasil memenuhi target swasembada pangan namun bila tidak melibatkan masyarakat maka tetap saja misi suci kemerdekaan yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur tidak bisa tercapai. Cetak sawah ladang besar-besaran harus melibatkan masyarakat. Untuk tahap awal bisa dilakukan pendampingan dan secara perlahan dilepas untuk kemudian bisa menjadi petani  mandiri profesional.

Sedangkan masalah permodalan perlu dikembangkan program baru sebagai pengembangan dari KUR dan PNPM untuk bidang pertanian. Dana-dana bantuan sosial yang selama ini dikelola dalam jumlah besar ternyata tidak produktif dan habis sia-sia secara konsumtif.

Tingginya kebutuhan impor komoditi pertanian, luasnya potensi tidur pertanian, melimpahnya SDM terdidik, tingginya angka pengangguran, tentunya semua ini merupakan modal luar biasa yang apabila berhasil digerakkan secara terstruktur dan terkoordinasi akan menghasilkan bukan hanya swasembada pangan tapi juga bisa menjadi penghasil komoditi pertanian terbesar di dunia. Ingat, dari segi SDM terdidik maka Indonesia memiliki SDM pertanian terdidik terbanyak di dunia.

Semua elemen yang berkompeten harus duduk bersama menyelesaikan dan megembalikan kedaulatan negara di bidang pertanian dan pangan. Amanah Pembukaan UUD 1945 tentang kedaulatan bangsa dan negara bukan hanya dongeng di kelas sekolah tapi harus diwujudkan oleh semua komponen bangsa ini.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay


  •   *   *.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar