Gonjang
ganjing kelangkaan kedelai, beras, minyak goreng dan komoditi pertanian
lainnya di pasaran.
Ada
apa dengan pertanian ? Bukankah negara kita subur, tongkat dan batu bisa jadi
tanaman ?
Saya
punya tong sampah di samping rumah. Dan di sekitar tong sampah itu sering
tumbuh tanaman yang berasal dari buangan sampah yang kececer keluar dari tong
sampah, mulai dari cabe, jahe, kacang hijau, buah jambu, dan lain sebagainya.
Artinya, tanpa punya keinginan untuk menanampun tanaman itu bisa tumbuh sendiri
asalkan benih/ bijian tersebut berada di atas tanah. Dan tanah samping rumahku
pun tidak subur subur amat, campuran tanah biasa dengan tanah liat sebagai
tanah timbun.
Bila
kita amati sistem kaderisasi di kalangan petani, boleh dikatakan kaderisasinya
macet, artinya seorang bapak yang petani tidak akan mengkader anak – anaknya
untuk jadi petani. Sang bapak akan menyuruh anaknya sekolah agar tidak seperti
bapaknya yang hanya mampu menjadi petani. Status petani bukan merupakan status
yang membanggakan. Dan tidak jarang sang bapak rela menjual sawah ladangnya
demi sekolah anaknya.
Untuk
ini perlu pola kaderisasi baru dalam bidang pertanian. Kita tidak bisa
mengandalkan kaderisasi alami seperti di atas. Perlu rekayasa sistematis agar
para mahasiswa terutama di fakultas pertanian untuk berwirausaha di bidang
pertanian. Salah satu caranya adalah dengan menambahkannya ke dalam kurikulum
pendidikan tinggi mata kuliah kewirausahaan sebanyak 1 SKS di mana pada
perkuliahannya menerapkan 50 % teori 25 % PKL dan 25 % lagi proposal wirausaha.
Bila tidak sanggup membuat proposal berarti nilai proposalnya 0 dan itu bukan
masalah karena masih ada 75 % lagi yang bisa membawanya lulus. Dan bila
ternyata proposalnya cukup layak untuk dipraktekkan maka proposal tersebut
disampaikan dan dibiayai oleh pemerintah daerah (propinsi / kabupaten / kota )
atau pemerintah pusat / departemen atau bila layak secara ekonomis oleh swasta.
Dan
ini bisa diterapkan di seluruh fakultas / jurusan. Saya melihat potensi
wirausaha di kalangan mahasiswa sebenarnya cukup tinggi. Dulu saya pernah
menemukan istilah PGRI (Persatuan Guru privat Republik Indonesia ), sebutan
bagi rekan – rekan mahasiswa dulu yang terjun mencari uang tambahan untuk
membiayai kuliah dengan menjadi guru privat untuk anak sekolah. Dan mereka tak
segan segan mengiklankan dirinya di surat kabar.
Salam
reformasi.
Rahmad
Daulay
30
maret 2008
·
* *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar