Setiap awal tahun anggaran
berjalan, semua lembaga pemerintahan daerah disibukkan oleh pemeriksaan
keuangan daerah oleh BPK perwakilan daerah masing – masing. Hal ini diamanahkan
oleh UU tentang BPK yang mewajibkan penggunaan APBD kabupaten / kota / propinsi diperiksa
oleh BPK.
Dalam satu kesempatan saya pernah
berdiskusi dengan salah satu pejabat senior pemerintahan daerah, bahwa proses
pemeriksaan penggunaan keuangan daerah selalu terjadi setiap tahun dan sudah
merupakan kegiatan rutin. Namun disayangkan sekali bahwa kegiatan rutin
tersebut hanya menjadi rutinitas belaka tanpa tidak lanjut untuk memperbaiki
keadaan, baik itu untuk memperbaiki pemahaman tentang pengelolaan keuangan daerah,
memperbaiki kualitas pengelola keuangan daerah dan sebagai introspeksi /
perbaikan sistem dan penempatan personil pengelolaan keuangan daerah di
berbagai sektor mulai dari sistem pemilihan penyedia jasa, pengerjaan proyek
dan akuntabilitas administrasi keuangannya. Temuan penyimpangan prosedur,
pelaksanaan proyek dan penyimpangan administrasi keuangan yang merugikan negara
terjadi setiap tahun dengan variasi jumlah yang tidak terlalu berbeda. Personil
pengelola keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi berbanding lurus dengan
jumlah penyimpangan yang dilakukan. Tidak adanya upaya sistem penempatan
personil pada jabatan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan serta buruknya
administrasi menyebabkan temuan penyimpangan penggunaan keuangan daerah selalu
terjadi setiap tahun.
Sudah saatnya kegiatan rutin BPK
ditransformasi dari orientasi temuan penyimpangan menjadi orientasi pembinaan
menyeluruh. Temuan penyimpangan tidak hanya sekedar catatan penyimpangan penggunaan
keuangan daerah. Temuan penyimpangan penggunaan keuangan daerah sudah waktunya
menjadi dasar dalam menentukan kebijakan pembinaan, baik itu pembinaan sistem
pengelolaan, pembinaan personil, pembinaan sistem penempatan personil dan
jabatan. Dan apabila pembinaan menyeluruh tidak membuahkan hasil maka baru
dilakukan penindakan, bila perlu pe-nonjob-an atau pemecatan. Dan penindakan
ini harus menempatkan prioritas sebagai pilihan. Bila tanpa prioritas maka bisa
terjadi “tebang salah pilih” sehingga seseorang yang memiliki potensi ternyata
kena tindak padahal di sisi lain ada beberapa orang “hitam” yang seharusnya
menjadi sasaran penebangan malah hidup aman sentausa.
Saya sendiri mengkategorikan PNS
pelaku penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah dalam 5 (lima ) kategori : kategori
A, kategori B, kategori C, kategori D, kategori E (menyerupai sistem penilaian
di perguruan tinggi).
Kategori A : pada kategori ini
melakukan penyimpangan keuangan negara / daerah bukan karena kesengajaan tapi
terfokus pada ketidakmampuan atau karena tidak menguasai sepenuhnya pekerjaan
yang dilakukan. Atau faktor luar seperti batasan waktu pengerjaan yang tidak
memadai, tim kerja yang tidak mumpuni, pembagian kerja yang tidak seimbang atau
faktor luar lainnya. Pada kategori A ini maka tanpa disuruh atau tanpa
diberitahu maka secara sadar dan sukarela dia akan mengakui kesalahannya dan
berusaha sendiri memperbaiki diri dan kemampuannya.
Kategori B : pada kategori ini
melakukan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah akibat keterpaksaan
oleh lingkungannya. Apabila faktor pemaksanya dihilangkan maka penyimpangan penggunaan
keuangan yang dilakukan akan ikut hilang. Pada kategori ini diperlukan sebuah surat pemberitahuan dan surat perintah untuk
memperbaiki penyimpangan penggunaan keuangan yang dilakukannya. Surat perintah tersebut
akan menjadi dasar baginya untuk menghadapi faktor pemaksa penyimpangan yang
dilakukannya.
Kategori C : pada kategori ini
melakukan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah di mana situasi di
lingkungannya yang memaksanya melakukan penyimpangan penggunaan keuangan
dimanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya. Pada kategori ini diperlukan surat ancaman yang mana
apabila surat
ancaman tidak diindahkan maka akan dilakukan penindakan sesuai kesalahannya.
Kategori D : kategori ini
penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah ini dilakukan secara sadar dan
tanpa tekanan dari luar dirinya. Diperlukan surat peringatan keras disertai penindakan
tahap awal agar penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah yang dilakukan
tersebut bisa dihentikan dan tidak diulangi.
Kategori E : kategori ini
penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah dilakukan secara sangat sadar
tanpa mengindahkan peringatan dari manapun. Untuk ini tidak diperlukan surat peringatan apapun
tapi langsung surat
pemecatan dari posisinya untuk kemudian diproses seusia hukum yang berlaku.
Tidak adanya pembinaan,
penempatan personil yang tidak sesuai dan penindakan tanpa prioritas hanya akan
melestarikan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah. Dan yang sangat
disesalkan adalah penindakan dilakukan terhadap para “korban keadaan” dengan
penilaian yang hitam putih.
Saya sendiri melihat selain
sertifikasi keahlian pengadaan barang / jasa pemerintah, juga diperlukan
sertifikasi keahlian pengelolaan keuangan negara (materi ujian UU keuangan
negara, PP pengelolaan keuangan negara, Permendagri 13 / 2006 dan aturan
lainnya) serta sertifikasi pejabat pemerintahan negara / daerah (materi psikotes,
kepemimpinan, manjemen dan kemampuan menguasai beberapa peraturan yang mendasar
seperti UU pemda dan lainnya).
Bila sertifikasi telah dilakukan
dan ternyata penyimpangan keuangan negara / daerah masih terus berlangsung maka
kesalahan terletak bukan pada intern pemerintahan pusat / daerah lagi tapi
kesalahan ada di luar pemerintahan.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
24 mei 2008
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar