Jumat, 15 Maret 2013

Rutinitas Pemeriksaan Keuangan Daerah


           
Setiap awal tahun anggaran berjalan, semua lembaga pemerintahan daerah disibukkan oleh pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK perwakilan daerah masing – masing. Hal ini diamanahkan oleh UU tentang BPK yang mewajibkan penggunaan APBD kabupaten / kota / propinsi diperiksa oleh BPK.
               
Dalam satu kesempatan saya pernah berdiskusi dengan salah satu pejabat senior pemerintahan daerah, bahwa proses pemeriksaan penggunaan keuangan daerah selalu terjadi setiap tahun dan sudah merupakan kegiatan rutin. Namun disayangkan sekali bahwa kegiatan rutin tersebut hanya menjadi rutinitas belaka tanpa tidak lanjut untuk memperbaiki keadaan, baik itu untuk memperbaiki pemahaman tentang pengelolaan keuangan daerah, memperbaiki kualitas pengelola keuangan daerah dan sebagai introspeksi / perbaikan sistem dan penempatan personil pengelolaan keuangan daerah di berbagai sektor mulai dari sistem pemilihan penyedia jasa, pengerjaan proyek dan akuntabilitas administrasi keuangannya. Temuan penyimpangan prosedur, pelaksanaan proyek dan penyimpangan administrasi keuangan yang merugikan negara terjadi setiap tahun dengan variasi jumlah yang tidak terlalu berbeda. Personil pengelola keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi berbanding lurus dengan jumlah penyimpangan yang dilakukan. Tidak adanya upaya sistem penempatan personil pada jabatan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan serta buruknya administrasi menyebabkan temuan penyimpangan penggunaan keuangan daerah selalu terjadi setiap tahun.
             
Sudah saatnya kegiatan rutin BPK ditransformasi dari orientasi temuan penyimpangan menjadi orientasi pembinaan menyeluruh. Temuan penyimpangan tidak hanya sekedar catatan penyimpangan penggunaan keuangan daerah. Temuan penyimpangan penggunaan keuangan daerah sudah waktunya menjadi dasar dalam menentukan kebijakan pembinaan, baik itu pembinaan sistem pengelolaan, pembinaan personil, pembinaan sistem penempatan personil dan jabatan. Dan apabila pembinaan menyeluruh tidak membuahkan hasil maka baru dilakukan penindakan, bila perlu pe-nonjob-an atau pemecatan. Dan penindakan ini harus menempatkan prioritas sebagai pilihan. Bila tanpa prioritas maka bisa terjadi “tebang salah pilih” sehingga seseorang yang memiliki potensi ternyata kena tindak padahal di sisi lain ada beberapa orang “hitam” yang seharusnya menjadi sasaran penebangan malah hidup aman sentausa.
              
Saya sendiri mengkategorikan PNS pelaku penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah dalam 5 (lima) kategori : kategori A, kategori B, kategori C, kategori D, kategori E (menyerupai sistem penilaian di perguruan tinggi).
              
Kategori A : pada kategori ini melakukan penyimpangan keuangan negara / daerah bukan karena kesengajaan tapi terfokus pada ketidakmampuan atau karena tidak menguasai sepenuhnya pekerjaan yang dilakukan. Atau faktor luar seperti batasan waktu pengerjaan yang tidak memadai, tim kerja yang tidak mumpuni, pembagian kerja yang tidak seimbang atau faktor luar lainnya. Pada kategori A ini maka tanpa disuruh atau tanpa diberitahu maka secara sadar dan sukarela dia akan mengakui kesalahannya dan berusaha sendiri memperbaiki diri dan kemampuannya.
              
Kategori B : pada kategori ini melakukan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah akibat keterpaksaan oleh lingkungannya. Apabila faktor pemaksanya dihilangkan maka penyimpangan penggunaan keuangan yang dilakukan akan ikut hilang. Pada kategori ini diperlukan sebuah surat pemberitahuan dan surat perintah untuk memperbaiki penyimpangan penggunaan keuangan yang dilakukannya. Surat perintah tersebut akan menjadi dasar baginya untuk menghadapi faktor pemaksa penyimpangan yang dilakukannya.
             
Kategori C : pada kategori ini melakukan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah di mana situasi di lingkungannya yang memaksanya melakukan penyimpangan penggunaan keuangan dimanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya. Pada kategori ini diperlukan surat ancaman yang mana apabila surat ancaman tidak diindahkan maka akan dilakukan penindakan sesuai kesalahannya.
              
Kategori D : kategori ini penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah ini dilakukan secara sadar dan tanpa tekanan dari luar dirinya. Diperlukan surat peringatan keras disertai penindakan tahap awal agar penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah yang dilakukan tersebut bisa dihentikan dan tidak diulangi.
              
Kategori E : kategori ini penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah dilakukan secara sangat sadar tanpa mengindahkan peringatan dari manapun. Untuk ini tidak diperlukan surat peringatan apapun tapi langsung surat pemecatan dari posisinya untuk kemudian diproses seusia hukum yang berlaku.
              
Tidak adanya pembinaan, penempatan personil yang tidak sesuai dan penindakan tanpa prioritas hanya akan melestarikan penyimpangan penggunaan keuangan negara / daerah. Dan yang sangat disesalkan adalah penindakan dilakukan terhadap para “korban keadaan” dengan penilaian yang hitam putih.  
              
Saya sendiri melihat selain sertifikasi keahlian pengadaan barang / jasa pemerintah, juga diperlukan sertifikasi keahlian pengelolaan keuangan negara (materi ujian UU keuangan negara, PP pengelolaan keuangan negara, Permendagri 13 / 2006 dan aturan lainnya) serta sertifikasi pejabat pemerintahan negara / daerah (materi psikotes, kepemimpinan, manjemen dan kemampuan menguasai beberapa peraturan yang mendasar seperti UU pemda dan lainnya).
              
Bila sertifikasi telah dilakukan dan ternyata penyimpangan keuangan negara / daerah masih terus berlangsung maka kesalahan terletak bukan pada intern pemerintahan pusat / daerah lagi tapi kesalahan ada di luar pemerintahan.
             
Salam reformasi
              
Rahmad Daulay

24 mei 2008
              
***   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar