Jumat, 15 Maret 2013

Trend Wirausaha


Pada beberapa pemberitaan menyebutkan minimnya minat para generasi muda untuk berwirausaha. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Yang benar adalah minimnya pengetahuan para generasi muda tentang cara memulai wirausaha.

Bila kita lihat perbandingan jumlah pengusaha jasa konstruksi di daerah antara sebelum dan sesudah reformasi di mana sebelum reformasi asosiasi wadah tempat berkumpul para perusahaan jasa konstruksi adalah Gapensi dan jumlah perusahaannya terbatas jumlahnya. Setelah reformasi maka wadah asosiasi tidak dimonopoli Gapensi lagi dan bermunculanlah wadah – wadah baru yang konon katanya menurut kabar terakhir ada 53 asosiasi pengusaha jasa konstruksi. Dengan banyaknya jumlah asosiasi maka informasi tentang cara berusaha di bidang jasa konstruksi, termasuk liku – liku hitam putihnya, menjadi menyebar di kalangan masyarakat, dan umumnya mereka adalah aktifis kepemudaan / OKP.

Dalam skala kecil, ini juga terjadi pada usaha cuci sepeda motor / mobil, warnet, toko HP dan pulsa dan sebagainya. Usaha sejenis ini menjamur dengan cara contoh – mencontoh cara berusahanya.

Terlihat bahwa masalahnya bukan pada minat tapi pada pengetahuan dan cara memulai usaha.


Bagaimanapun juga tingginya angka pengangguran hanya bisa diatasi dengan menggalakkan wirausaha. Lapangan kerja profesional, di samping terbatas, juga memiliki tingkat kompetisi yang sangat tinggi dan sering harus bersaing dengan tenaga kerja asing sehingga tidak bisa diandalkan sebagai sarana mengatasi pengangguran. Wirausaha harus digalakkan secara kontinu dan sistematis dengan beberapa rekayasa sistematis sehingga generasi muda bisa tahu bagaimana cara memulai usaha.

Beberapa media elektronik sudah memiliki acara wirausaha namun tidak begitu diminati oleh masyarakat. Masyarakat lebih menikmati acara sinetron.

Beberapa perguruan tinggi telah memasukkan mata kuliah wirausaha sebagai mata kuliah wajib. Ini menarik. Karena pada umumnya, walau tidak semua, kaum wirausahawan tergerak akibat kondisi terdesak oleh keadaan. Sementara mahasiswa berada dalam kondisi belum terdesak oleh keadaan. Keterpaksaan keadaan berada pada kondisi setelah menjadi sarjana. Mata kuliah wirausaha ini, agar tidak mubazir, harus memiliki unsur praktis dan mendatangkan narasumber yang memang seorang wirausahawan. Pada beberapa kasus, mahasiswa yag terjun berwirausaha mengalami hambatan pada kondisi akademiknya karena asyik berwirausaha menyebabkan kuliahnya terganggu, beberapa di antaranya drop out. Harus ada upaya tertentu untuk memperkecil angka drop out di kalangan mahasiswa yang berwirausaha. Dosen wali harus mengambil inisiatif. Dosen wali bisa menganjurkan cuti atau mengambil mata kuliah minimal sehingga walaupun agak lama tapi si mahasiswa masih bisa menyelesaikan kuliahnya. Atau paling tidak dibuat kebijakan baru sehingga walaupun seseorang mahasiswa adalah belajar pada program S1 tapi boleh menyelesaikan kuliahnya hanya sampai tahap sarjana muda / diploma III. Walau bagaimanapun juga seseorang menjadi mahasiswa dan sarjana tujuan utamanya adalah untuk mencari penghidupan yang layak. Ketika bayangan penghidupan yang layak tersebut sudah di depan mata maka wajar saja status mahasiswanya menjadi terabaikan. Saya malah melihat mata kuliah wirausaha diberikan saja pada semester III, tidak perlu menunggu sampai pada semester akhir.

Bila kita lihat komposisi angka pengangguran, sebagian besar justru berada pada tingkatan usia pelajar. Artinya pelajar tamatan SMU / SMP / SD dan mereka tidak mampu melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta tidak punya modal dan keterampilan untuk berusaha. Sehingga pada tingkatan ini diperlukan juga pengkondisian wirausaha. Bisa melalui pendidikan formal bisa juga melalui pendidikan informal. Malah pada pendidikan SMK lebih mudah mengarahkan mereka untuk berwirausaha. Balai latihan kerja merupakan salah satu sarana yang efektif untuk membina para calon wirausahawan baru dari kalangan angkatan pelajar.

Wirausaha harus direkayasa untuk menjadi sebuah trend.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

6 agustus 2010.

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar