Jumat, 30 November 2012

Nostalgia tanam paksa kumpeni Belanda


 Pada masa penjajahan kumpeni Belanda, pernah terjadi politik tanam paksa di mana rakyat inlander dipaksa menanam beberapa komoditi di antaranya perkebunan tebu. Hasil dari politik tanam paksa ini membuat kas negeri Belanda melimpah ruah. Dan mungkin mereka merasa bahwa kaum inlander sangat berjasa terhadap melimpahnya kas negara mereka sehingga mereka memberikan balas jasa berupa politik etis yaitu memberikan pendidikan setingkat SD kepada golongan masyarakat tertentu yang termasuk kategori elit pada masa itu dan mereka pekerjakan pada perusahaan mereka..
  
Kata kunci yang akan dibahas adalah tanam paksa menghasilkan kas negara melimpah.

 Bila kita bandingkan antara zaman kumpeni belanda dan zaman sekarang, luas perkebunan sekarang jauh lebih luas dari luas perkebunan tanam paksa zaman dulu, tapi kas negara sekarang tidak berarti apa apa dari kontribusi perkebunan dan tidak seperti perkebunan tanam paksa zaman kumpeni Belanda yang bisa membuat kas kumpeni Belanda melimpah ruah.


 Memang tidak bisa membuat perbandingan secara sederhana antara dulu dengan sekarang, namun perlu dipertimbangkan bahwa luas daratan nusantara merupakan potensi luar biasa di bidang perkebunan yang didukung oleh SDM yang juga luar biasa baik dari kalangan terdidik ataupun tidak.

 Jumlah penduduk Indonesia menurut data tahun 2010 berjumlah 259 juta jiwa. bayangkan apabila perorang menanam ubi dengan hasil 1 kg perorang maka akan diperoleh hasil 259 juta kilo ubi. Itu masih kalau 1 kg perorang, bagaimana kalau 10 kg perorang ? Bagaimana kalau komoditi lain ?

Memang tidak bisa begitu saja dipukul rata semua orang bisa dipaksa menanam ubi, namun dari segi manajemen SDM, perkebunan dan jenis komoditi serta angkatan kerja maka tentunya bisa diformulasikan bagaimana struktur tanam paksa gaya baru untuk dijadikan solusi ketenagakerjaan sekaligus penghijauan sekaligus swa sembada pangan.

 Sejarah tanam paksa kumpeni Belanda seharusnya bisa jadi inspirasi positif untuk perjalanan bangsa ke depan.

 Salam reformasi
  
Rahmad Daulay
  
23 April 2012

* *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar