Jumat, 30 November 2012

Pertambangan dan logika panen mangga



Alkisah, konon kabarnya, seseorang memiliki pohon mangga di depan rumahnya. Dan pada waktu itu memang sedang musim mangga, dan pohon mangganya ikut berbuah dengan lebatnya. Sang pemilik pohon merasa tidak mampu untuk memanen sendiri buah mangga tersebut. Maka dicarilah orang yang bisa memanen pohon mangga tersebut. Ada dua orang yang menyanggupi, yang satu meminta bayaran 200 ribu, yang satu lagi meminta bagian 25 % dari jumlah keseluruhan buah yang dipanen. Mengingat pemilik pohon mangga tersebut bukanlah orang yang berkecukupan dan dia tak punya uang 200 ribu maka jatuhlah pilihan pada orang yang meminta bagian 25 % tersebut. Bayangkan apabila orang yang disuruh memanen tersebut meminta bagian 75 % atau lebih, akankah pemilik mangga itu akan menyetujuinya ? Saya rasa selagi orangnya masih waras maka pemilik mangga akan lebih suka membiarkan mangga tersebut membusuk di pohonnya atau menebang saja pohonnya untuk mendapatkan buahnya..


Bayangkan seandainya sang pemilik mangga tersebut adalah negara yang bernama Indonesia. Dan pohon mangga tersebut adalah seluruh kekayaan alam berupa bahan tambang. Apakah negara yang bernama Indonesia itu berkelakuan seperti halnya sang pemilik mangga tersebut ataukah sudah bertindak tak waras lagi ???

Kenyataannya kita memang sudah tidak waras lagi, memberikan lebih dari 75 % hasil pertambangan kepada perusahaan pengexplorasi, padahal bahan tambang tersebut adalah milik kita.

Ada argumen yang menyebutkan bahwa perusahaan pengexplorasi memiliki teknologi sedang kita tidak. Dan itu hanya alasan yang mengada – ngada. Orang yang ditugaskan untuk memanen mangga tersebut juga memiliki keterampilan memanjat dan memanen mangga tapi dia tidak meminta bagian 75 % atau lebih. Bila memang teknologi adalah besaran saham perusahaan pengexplorasi maka bukankah kekayaan alam yang akan ditambang merupakan besaran saham milik Indonesia ? Lebih besar mana persentase sahamnya antara teknologi explorasi dibanding harga bahan tambang tersebut ? Paling banter teknologinya hanya dihargai 25 % dan minimal bahan tambang tersebut dihargai 75 %.

Dan UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dukuasai oleh negara dan dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat”, bukan untuk kemakmuran investor pengexplorasi.

Sudah saatnya seluruh UU pertambangan direvisi secara extrem dan mengikuti logika sederhana panen buah mangga di atas. Bila tidak ada perusahaan asing yang mau mengexplorasi, biarkan saja bahan tambang itu tertanam di bumi Indonesia sampai suatu saat ada putra terbaik Indonesia yang mampu mengolahnya.

Sedangkan pertambangan yang sudah terlanjur beroperasi agar dilakukan renegosiasi.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

16 nopember 2010.

*   *   *.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar