Jumat, 02 November 2012

Dahlan, Jokowi, lalu apa ?



Publik kembali terkaget-kaget dengan fenomena politik terkini. Jokowi-Ahok menang dalam putaran pertama pemilukada DKI walau KPU belum menetapkan hasilnya.

Sebelumnya publik juga terkaget-kaget dengan sepak terjang Dahlan Iskan yang menempati salah satu kementrian terbasah.

Apa yang dikagetkan ?



Dalan Iskan yang dikenal sebagai pengusaha bertangan dingin yang berhasil membesarkan grup bisnis Jawa Pos bukan dari basis Jakarta tapi dari Surabaya. Dan di tengah pesimisme politik yang menjadikan kabinet sebagai sarana bagi kekuasaan dengan dalih koalisi dan stabilitas, Dahlan Iskan justru terpilih menempati pos menteri BUMN yang merupakan salah satu kementrian terbasah yang banyak diincar partai politik anggota koalisi. Dan sepak terjangnya membuat publik tersentak terutama dikarenakan gaya swastanya yang terlalu dominan sehingga sering menabrak rambu birokrasi yang memang lamban geraknya.

Jokowi yang dikenal sebagai walikota Solo yang dikenal merakyat dan cukup bersih serta juga merupakan pionir mobil esemka. Jokowi justru memenangkan pemilukada putaran pertama di tengah pesimisme publik terhadap perpolitikan tanah air yang hampir semuanya kedaulatan di tangan uang. Tak ada satu analis yang memberi prediksi bahwa Jokowi akan menang. Namun, rakyat punya keinginan lain, mungkin karena mesin politik calon lainnya tidak berfungsi maksimal atau memang takdir yang berbicara, tapi yang jelas, Jokowi menang di putaran pertama. akankah calon lain akan menggugat hasil putaran pertama ? Kita lihat saja nanti.

Saya menjadi ngeri-ngeri sedap melihat fenomena ini, fenomena ketika seorang figur naik ke permukaan yang diiringi dengan harapan masayarakat yang melambung tinggi tapi di sisi lain faktor penghambat sudah siap sedia menanti dengan segala kekuatannya. Keduanya, baik Dahlan Iskan maupun Jokowi akan memimpin birokrasi dan birokrasi yang dipimpin ini sudah terpola terlalu lama dengan segala ketidakefektifan dan ketidakefisienan. sudah banyak contoh figur berkualitas tinggi yang termakan oleh birokrasi yang dipimpinnya. Kita lihat saja mantan gubernur BI, BA, seorang bankir terbaik yang pernah dimiliki Indonesia ternyata justru mendekam di penjara. SMI, dengan segala kontroversinya, seorang yang pernah menyandang menteri keuangan terbaik di Asia, harus menyingkirkan diri ke luar negeri karena bila bertahan di dalam negeri akan terancam secara hukum.

Birokrasi sebagai mesin administrasi negara masih merupakan faktor penghambat utama dari mobilitas kreatif para figur yang naik ke permukaan. celakanya, birokrasi ini pula yang harus mereka jalankan. Secara garis besar, birokrasi terdiri dari : tata kelola keuangan, aset, SDM, pola mutasi pejabat dan tender proyek. Semuanya sudah ada aturannya. Sayang sekali semua aturan sangat mudah untuk dikangkangi. Dan instansi pembuat aturan seakan tak berdaya melihat peraturan yang mereka produksi tak diacuhkan oleh birokrasi. Birokrasi EGP namanya, emang gue pikirin itu peraturan apa.

Tantangan pertama, dan menurut saya tantangan paling prioritas untuk ditundukkan adalah birokrasi. Dahlan, Jokowi, atau siapapun figurnya, apabila berhasil mengendalikan birokrasi maka langkah selanjutnya akan lebih ringan. Rezim Soeharto telah membuktikan dengan tunduknya birokrasi dan dijadikan sebagai mesin politiknya maka segala tujuannya, baik positif maupun negatif, akan lebih mudah terwujudkan.

Tentunya di mata Dahlan, Kementerian BUMN bukanlah grup Jawa Pos. Tentunya, DKI (nantinya) di mata Jokowi, bukanlah Kota Solo. Namunpun begitu, bila kedua figur ini berhasil dalam langkahnya ke depan, akan menjadi bola salju ke tempat yang lain. Namun, bila mereka mengalami banyak hambatan, juga akan menjadi bola salju juga ke tempat yang lain dan menambah ketidakpercayaan publik dan menambah besar pertanyaan apakah republik ini masih bisa diurus oleh kita-kita ?

salam reformasi.

Rahmad Daulay

13 Juli 2012

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar