Jumat, 30 November 2012

Balada Aktifs Lingkungan Cilik


Budi, demikianlah namanya, anak kecil tetangga rumahku. Orangnya masih sekolah di tingkat Sekolah Dasar, namun pikirannya sudah seperti orang dewasa.
“Kenapa sungai bisa banjir, bukankah air hujan harusnya terserap tanah ?”
“Kenapa hutan bisa gundul. Bukankah rumput bisa tumbuh sendiri ?”
Dan puluhan pertanyaan lainnya yang sulit untuk kuterangkan untuk anak kecil seperti dia.
Sore ini, kulihat di menanami buah jambu di pot plastik, jumlahnya belasan..
“Aku akan menanami semua hutan gundul” katanya ketika kudekati.
“Hutan gundul kan luas” tanyaku.

“Ia, tapi pohon jambu kan berbuah terus, dan bijinya akan bertebaran di mana mana. Lama lama akan memenuhi semua hutan gundul” jawabnya sengit.
“Bah !” malu juga dimarahin anak kecil seperti dia.
Begitu asyiknya dia, sampai 10 pot berhasil ditanamnya. Ditaruhnya seluruh pot tersebut di samping dinding rumahnya.
“Setelah besar nanti aku akan tanam di seluruh hutan gundul” ujarnya dengan nada puas.
Hari demi hari, buah jambu tanaman si Budi, sudah tumbuh sekitar satu jengkal. Sementara pohon jambu yang di halaman rumahnya terus menghasilkan jambu yang berjatuhan di atas tanah.
 
“Budi, itu di halaman masih banyak lagi, nggak ditanam di pot ?” tanyaku.
“Nggak, nggak ada uang buat beli pot” jawabnya enteng.
Disapunya halaman rumahnya yang penuh dengan jambu yang berjatuhan, dikumpulkannya dan dibuangnya ke paret depan rumahnya.
Demikian hari ke hari, buah jambu di pot tumbuh semakin tinggi dan halaman rumah si Budi disapunya dan dibuangnya ke paret depan rumah.
hingga pada suatu hari, si Budi berlari ke arahku dan bertanya “Bang, apakah Abang ada menanam buah jambu di sungai ?”
“Nggak” jawabku. “Kenapa”
“Anu, banyak buah jambu bertumbuhan di pinggir sungai” jawabnya.
Aku jadi teringat halaman rumah Budi yang sering dipenuhi buah jambu yang berjatuhan dan disapu serta dibuang ke paret depan rumah. Bukankah paret tersebut bermuara ke sungai tempat si Budi sering mandi – mandi bersama teman – temannya ?
“Mari kita lihat” ajakku ke si Budi.
Sesampai di pinggir sungai, kulihat berjejer beberapa pohon jambu setinggi 30 cm kurang lebih. Kami telusuri ke hilir, juga demikian kondisinya.
“Pertumbuhan jambu lebih subur di sini dari pada dipotmu, Budi” kelakarku padanya.
Si Budi memandang ke arah jambu yang bertumbuhan di pinggir sungai tersebut dengan terheran dan kagum.
Kamipun pulang. Di perjalanan si Budi bertanya, “Boss, bisa nggak ya penghijauan hutan gundul dengan cara pertumbuhan pohon jambu di sungai tadi ?”
“Bah !” Anak ini terlalu serius padahal masih kecil.
“Bisa” jawabku menghiburnya.
Besoknya, kulihat si Budi membuang pot bunga jambunya ke sungai. Dan mulai hari itu si Budi asyik membersihkan halaman rumahnya dari buah jambu yang berjatuhan dari pohonnya. Dikumpulkannya dan dibuangnya langsung ke sungai. Dan halaman rumah orang lainpun tak luput dari sasaran pembersihannya dari buah – buahan yang jatuh dari pohonnya. Para tetanggapun senang. Akupun ikut senang.
Malam hari, aku bermimpi, kulihat si Budi dilantik jadi Menteri Lingkungan Hidup dan langsung menginstruksikan seluruh camat dan kepala desa untuk melakukan seperti yang dilakukannya di masa kecilnya, membuang sampah buah – buahan ke sungai agar bertumbuhan di pinggiran sungai.
Salam Reformasi
Rahmad Daulay
26 September 2006
·           *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar