Senin, 26 November 2012

Radikalisme Keagamaan dan Swasembada Pangan


Alkisah, konon kabarnya, pada masa penjajahan Belanda, ada sebuah daerah yang secara turun temurun dipimpin oleh seorang kepala suku yang dibekali dengan kemampuan ruhani dan mistisme yang membuatnya sangat kharismatik. Daerah itu adalah penghasil rempah – rempah dan sudah lama menjadi incaran kumpeni Belanda. Dengan taktik bisnis dan politiknya secara perlahan tapi pasti kumpeni Belanda berhasil menguasai kehidupan ekonomi daerah tersebut.

Hal ini jelas mengusik ketenangan kehidupan sosial warga. Mulailah muncul semangat heroisme untuk mengusir kumpeni Belanda. Pembicaraan sudah mulai mengarah ke peperangan. Dan akhirnya dilakukan rapat massa dan menghadirkan kepala suku. Semua warga menyampaikan pendapatnya yang bermuara pada kesediaan berperang melawan kumpeni Belanda.

Tapi apa sikap kepala suku ?


Sang kepala suku justru memerintahkan bercocok tanam dengan target panen berlipat ganda dengan alasan peperangan akan memakan waktu bertahun – tahun dan itu membutuhkan logistik sembako yang banyak.

Kekuatan kharismatiknya membuat rakyat tak berdaya dan mengikuti perintahnya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Panen terus menerus embuat denyut ekonomi warga semakin memperkuat dasar dalam menghadapi serangan ekonomi kumpeni Belanda. Sementara sang kepala suku terus menjalin hubungan dagang dengan pedagang selain Belanda. Maka dengan taktik swasembada pangan dan diplomasi ekonomi maka kumpeni Belanda berhasil mereka usir tanpa sebilah golok pun. Dan yang tak kalah pentingnya adalah senjata kharismatik yang dimilikinya merupakan modal utama mengarahkan energi rakyat.

Apa hubungannya dengan radikalisme keagamaan yang beberapa hari belakangan ini mengoyak bumi nusantara ?

Radikalisme keagamaan adalah energi yang tersimpan dalam diri seseorang yang dipicu secara bersama – sama oleh kekuatan kharismatik yang melekat pada orang – orang tertentu dengan legitimasi ayat suci yang merupakan perintah Ilahi. Energi tersimpan ini bisa dibangkitkan untuk apa saja, bukan hanya berupa radikalisme keagamaan.

Saya sering terkesima dengan kekuatan kharismatik yang berhasil menggerakkan energi tersimpan dalam diri ke arah radikalisme yang bergerak mengesampingkan segala hal termasuk mengesampingkan sifat – sifat kemanusiaan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Dan keterkesimaan ini berujung pada angan – angan seandainya kekuatan kharismatik tersebut bisa mentransformasikan radikalisme keagamaan kepada RADIKALISME SWASEMBADA PANGAN.

Kenapa harus swasembada pangan ?

”Tongkat batu jadi tanaman. Bahkan rumput bisa tumbuh di atas batu dan pasir. Alangkah zalimnya kita sebagai umat apabila harus mengimpor bahan pangan. Kezaliman ini harus dihentikan. Mari kita bergerak menuju swasembada pangan” : kira – kira demikianlah orasi dan fatwa kekuatan khairsmatik yang pro pada gerakan radikalisme swasembada pangan. Bila perlu dilantunkan ayat suci yang memerintahkan bercocok tanam dalam memakmurkan bumi.

Mungkinkah ?

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

14 februari 2011.

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar