Jumat, 02 November 2012

Pemekaran Propinsi Sumatra Utara


PEMEKARAN PROPINSI SUMATRA UTARA MENJADI 2 PROPINSI, 1 KOTA MEGAPOLITAN DAN 1 KOTA OTORITA WISATA.

Beberapa bulan terakhir ini energi pikiran kita tersedot oleh opini pemekaran Propinsi Tapanuli. Berbagai motif di kedua belah pihak selalu mengatasnamakan rakyat. Dan yang menjadi korban selalu rakyat kecil. Dan bila ini terus dilanjutkan maka besar kemungkinan akan memicu konflik horizontal. Kita perlu memikirkan cara lain namun memiliki tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan masyarakat.

Bila kita nilai secara objektif, pertumbuhan ekonomi antara Medan dan daerah lain ataupun antara wilayah barat dan wilayah timur, terasa sekali ketimpangan itu. Penyebabnya bisa secara geografis tradisional maupun struktural. Dan ini bukan hanya akan menyebabkan munculnya tuntutan pemekaran daerah, tapi bisa mempertipis rasa kebersamaan kita sebagai sebuah bangsa.


Bila kita nilai Medan sebagai ibukota propinsi, secara sosial ekonomi maupun tingkat urbanisasi yang tinggi yang akan disertai oleh tingginya tingkat kriminalitas maupun beban biaya hidup, maka sudah saatnya kita mengkaji ulang apakah masih layak kota Medan menjadi ibukota pemerintahan propinsi Sumut yang berfungsi sebagai pelayan publik. Medan sekarang lebih didominasi oleh geliat kehidupan bisnis ekonomi. Dan itu tidak akan bisa kita ubah dan balik, kita tidak bisa membalik arah jarum jam. Sudah saatnya kita berpikir untuk menjadikan dan mempersiapkan sebuah KOTA MEGAPOLITAN yang terdiri dari Medan ,Binjai, Langkat dan Deli Serdang. Dengan demikian maka Medan sudah harus terbebas dari beban sebagai ibukota propinsi Sumatra Utara. Kota Megapolitan Medan Raya ( Medan , Binjai, Langkat dan Deli Serdang) akan bergerak sebagai sebuah perahu ekonomi bisnis sebagaimana halnya Singapura ataupun Hongkong.

Ke mana pindahnya ibukota propinsi ? Bila kita pindahkan ibukota propinsi ke selatan ataupun tetap di utara maka untuk mencapai ibukota tersebut dari batas wilayah terjauhnya tetap akan makan waktu minimal 10 jam, dan ini tidak efektif dan ekonomis dalam menjalankan fungsi ibukota propinsi sebagai pelayan publik. Bila kita tempatkan ibukota propinsi persis di tengah – tengah maka dari segi jarak tempuh dari wilayah terluarnya sudah kompetitif karena hanya akan makan waktu minimal 5 jam. Juga secara sosial kemasyarakatan akan menjadi masalah karena bila ibukota tersebut lebih dominan ke utara atau ke selatan maka pihak yang satu lagi akan merasa tidak nyaman dan ini tidak baik untuk kesehatan sosial kemasyarakatan kita sebagai sebuah bangsa. Bila kita tempatkan ke wilayah timur maka akan memperlebar jurang ketimpangan ekonomi. Bila kita tempatkan ke wilayah barat maka mayoritas SDM pemerintahan propinsi akan tidak bersedia ditempatkan di daerah barat dan ini juga tidak baik untuk kesehatan kita sebagai sebuah bangsa. Maka sebaiknya kita ciptakan saja dua ibukota propinsi, dengan kata lain kita ciptakan dua propinsi yaitu Sumatra Tengah yang beribukota di Padangsidempuan dan Sumatra Utara (induk ) beribukota di Pematang Siantar atau di Tarutung atau di Balige. Dan Parapat sebagai kota wisata dijadikan sebagai Kota Otorita Parapat dengan wilayah meliputi seluruh pesisir danau toba dan membangun jalan keliling mengelilingi danau toba.

Dengan terbaginya Sumatra Utara lama menjadi 2 propinsi baru dan 2 kota khusus maka harapan akan percepatan pembangunan untuk wilayah barat akan semakin terbuka karena dengan memiliki dua ibukota baru maka kemungkinan besar otomatis akan memiliki pelabuhan udara baru sebagai ujung tombak komunikasi bisnis dan perguruan tinggi negeri baru sebagai kawah candradimuka kaum intelektual. Dengan lahirnya pemekaran propinsi yang baru maka multiple efek yang selalu menyertai akan muncul. Urbanisasi baru akan muncul, baik secara positif maupun negatif. Tinggal kita kita yang akan menentukan apakah akan dominan di positif atau di negatif, itupun kalau kita mau berbuat.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

3 Juli 2007
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar