Jumat, 02 November 2012

Manajemen Penugasan Guru di Daerah


Baru saja Ujian Nasional berakhir. Dan segala polemik tentang keberadaan UN semoga jangan berakhir secepat itu karena UN masih perlu untuk kita diskusikan. Namun akan lebih efektif lagi apabila UN dikaitkan dengan keberadaan guru dan segala macam hal yang melingkupinya..

Apabila ditanyakan kepada seorang Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten, apakah jumlah guru di kabupaten tersebut sudah mencukupi ? Jawabannya pasti “Sudah mencukupi”. Tapi apabila disambung dengan pertanyaan kedua, apakah masih banyak sekolah yang membutuhkan guru ? Jawabannya pasti “Banyak”.


Bila kita lihat pola penyebaran penempatan guru maka mayoritas guru lebih memilih bertugas di perkotaan, baik itu di ibukota kabupaten ataupun di kecamatan yang sudah relatif maju. Kenapa demikian ? Karena dengan penghasilan yang sama mereka akan lebih memilih kehidupan yang lebih baik dan sarana transportasi yang lebih mudah dijangkau. Sementara bila bertugas di daerah di samping sulitnya transportasi juga menambah beban biaya transportasi karena setelah menempuh perjalanan dengan angkutan umum, tak jarang mereka harus menyambung perjalanan naik ojek ataupun malah harus berjalan kaki ratusan bahkan ribuan meter. Sementara untuk memiliki rumah kontrakan di daerah terpencil juga tidak mudah karena di daerah terpencil jarang ada rumah yang dikontrakkan, apalagi diperjualbelikan. Karena rata – rata tanah di desa terpencil adalah milik para tuan tanah yang cenderung kapitalis.

Hal ini tidak bisa dibiarkan terus, karena di samping masalah keadilan sosial, juga tidak sedikit SDM handal berasal dari daerah tertencil. Saya mengenal beberapa teman di perkuliahan yang memiliki prestasi akademik yang sangat bagus padalah beliau berasal dari daerah terpencil.

Untuk itu perlu dilakukan beberapa terobosan untuk memperkecil ketimpangan pendidikan antara perkotaan dan daerah terpencil :

1. Sarana Perumahan Dinas dan asrama : sarana ini penting untuk menjadikan para guru yang bertugas di daerah terpencil bisa menetap berdekatan dengan sekolah tempatnya mengajar dan tidak perlu lagi bertempat tinggal jauh di luar dan menghabiskan ongkos perjalanan dan waktu setiap hari.

2. Tunjangan penugasan daerah terpencil : untuk menghindari penumpukan guru di daerah perkotaan perlu diberikan fasilitas agar sebagian guru perkotaan bersedia secara sukarela bertugas di daerah terpencil. Tunjangan ini jumlahnya harus memadai sehingga memancing minat dan keinginan untuk bisa menambah penghasilan.

3. Dukungan pinjaman lunak perbankan : banyak sekolah di daerah terpencil yang tidak memiliki jalur transportasi sehingga para guru yang tidak memiliki kenderaan harus menempuh perjalanan jauh berjalan kaki pulang pergi ke sekolah. Hal ini bisa diatasi dengan memberi kenderaan dinas atau fasilitas pinjaman lunak dari perbankan sehingga guru tersebut bisa memiliki kenderaan.

4. pertimbangan gender : secara kodrati maka yang paling siap untuk bertugas di daerah terpencil adalah guru laki – laki dan masih muda. Ini perlu dipertimbangkan karena berdasarkan pengamatan saya malah guru wanita dan sudah berumur justru malah bertugas di daerah terpencil sehingga bila beliau sakit atau anaknya sakit maka jadwal mengajarnya akan terganggu.

5. Universitas keguruan di daerah : pada umumnya perguruan tinggi keguruan berada di perkotaan sehingga para mahasiswa keguruan tersebut malah justru akrab dengan suasana perkotaan dengan segala fasilitas dan hiruk pikuknya. Sebaiknya pihak Departemen Pendidikan memberikan kemudahan kepada Pemerintah Daerah untuk mendirikan perguruan tinggi kependidikan keguruan di daerahnya sehingga selain untuk pemerataan kesempatan menikmati pendidikan juga untuk mengakomodir calon tenaga pendidik daerah - daerah terpencil sehingga bila telah selesai menjalani pendidikan bisa mengabdi di daerahnya.

Dengan adanya beberapa terobosan di atas diharapkan pola penyebaran penempatan guru disa seimbang antara pedesaan dan perkotaan. Semoga !!!

salam reformasi

Rahmad Daulay
3 Juli 2007

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar